Selasa, 12 Maret 2024 – 12:59 WIB

India – India mengumumkan segera menerapkan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan (CAA), beberapa minggu menjelang pemilihan umum (pemilu), dimana Perdana Menteri India Narendra Modi mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga bagi pemerintahan nasionalis Hindu-nya.

Baca Juga:

Intip Peluncuran Rudal Balistik di Teluk Benggala, Kapal China Dipelototi AL India

Undang-undang kontroversial yang disahkan pada tahun 2019 oleh pemerintahan Modi itu memungkinan orang seperti pengungsi non-Muslim dari negara-negara tetangga India, memperoleh kewarganegaraan India.

Undang-undang hasil amandemen tersebut memungkinkan pemberian kewarganegaraan kepada umat Hindu, Sikh, Budha, Jain, Parsi, atau Kristen dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh, yang mayoritas penduduk negara-negara tersebut adalah muslim.

Baca Juga:

Peluncuran Rudal Balistik India di Teluk Benggala ‘Paksa’ Lion Air Mendarat di Kualanamu

UU tersebut dinyatakan ‘anti-Muslim’ oleh beberapa kelompok hak asasi manusia karena tidak mengikutsertakan umat Islam dari negara-negara tersebut, termasuk yang bisa mendapatkan kewarganegaraan India.

Anti-Islam meningkat di India

Baca Juga:

Soal Kejelasan Insentif Mobil Hybrid, Ini Kata Menperin

CAA adalah bagian integral dari manifesto pemilu 2019 yang diusung Partai Bharatiya Janata (BJP), partai sayap kanan Hindu yang berkuasa.

“Itu adalah bagian integral dari manifesto [pemilu] BJP tahun 2019. Hal ini akan membuka jalan bagi mereka yang teraniaya untuk mendapatkan kewarganegaraan di India,” kata juru bicara pemerintah dilansir Al Jazeera, Selasa, 12 Maret 2024

Pemerintahan Modi belum menyusun aturan pelaksana atas undang-undang tersebut, menyusul protes nasional atas pengesahan undang-undang tersebut pada bulan Desember 2019.

Namun, ketika UU tersebut disahkan pada 2019, India dilanda aksi protes yang meluas di banyak negara bagian, menyebabkan puluhan orang, sebagian besar Muslim, terbunuh dan ratusan lainnya terluka selama kerusuhan berhari-hari.

Kelompok-kelompok Muslim menilai undang-undang tersebut, ditambah dengan usulan Daftar Warga Negara Nasional (NRC), dapat mendiskriminasi 200 juta Muslim di India – yang merupakan populasi Muslim terbesar ketiga di dunia.

Mereka khawatir pemerintah akan menghapus kewarganegaraan umat Islam tanpa dokumen di beberapa negara perbatasan.

Pemerintah India membantah tuduhan bahwa mereka anti-Muslim dan membela undang-undang tersebut, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut diperlukan untuk membantu kelompok minoritas yang menghadapi penganiayaan di negara-negara mayoritas Muslim.

Mereka mengatakan undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan kewarganegaraan, bukan merampasnya dari siapa pun, dan menyebut protes sebelumnya bermotif politik.

Politis Jelang Pemilu

Perdana Menteri India Narendra Modi berbicara dalam Pertemuan Puncak (KTT) Ke-20 ASEAN-India di Balai Sidang Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Perdana Menteri India Narendra Modi berbicara dalam Pertemuan Puncak (KTT) Ke-20 ASEAN-India di Balai Sidang Jakarta, Kamis (7/9/2023).

Pemimpin oposisi dan ketua menteri di Negara Bagian Benggala Barat, Mamata Banerjee, mengaitkan penerapan CAA dengan ‘publisitas pemilu’ dari partai berkuasa.

“Jika masyarakat dirampas haknya berdasarkan aturan, maka kami akan melawannya. Ini publisitas BJP untuk pemilu, tidak ada yang lain,” kata Banerjee.

Penerapan CAA, yang merupakan isu kampanye utama bagi BJP yang berkuasa pada pemilihan umum 2019, telah diumumkan beberapa minggu sebelum India melakukan pemungutan suara pemilu.

Pada pemilu kali ini, partai pimpinan Perdana Menteri India Narendra Modi mengincar masa kekuasaan ketiga kali berturut-turut.

Sebelum pemilihan umum, partai yang berkuasa memenuhi beberapa janji yang mereka buat dalam manifesto tahun 2019.

Negara Bagian Uttarakhand di Himalaya, India, yang diperintah oleh partai Modi, bulan lalu mengesahkan undang-undang yang menetapkan Hukum Perdata Seragam –-seperangkat hukum pribadi yang umum untuk semua orang, apa pun keyakinan agamanya.

Pada Januari, Modi meresmikan kuil Ram. Kuil itu dibangun di lokasi Masjid Babri dari abad ke-16 yang dihancurkan di Kota Ayodhya, India utara.

Halaman Selanjutnya

Pemerintahan Modi belum menyusun aturan pelaksana atas undang-undang tersebut, menyusul protes nasional atas pengesahan undang-undang tersebut pada bulan Desember 2019.

Halaman Selanjutnya



Fuente