Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor pada PN Jakarta Pusat, geram terhadap keterangan yang diberikan oleh kuasa kerja sama operasi (KSO) Waskita Acset, Dono Partowo. Ia dijadikan saksi dalam kasus pembangunan Tol Jakarta-Cikampek (Japek) II alias Tol MBZ tahun 2016-2017.

Baca Juga:

Terancam PHK Massal, Ratusan Karyawan Polo Ralph Lauren Demo di Depan MA

Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh geram. Itu bermula karena Dono menjelaskan soal kewenangan pengambilan keputusan mensubkonkan pekerjaan utama proyek pembangunan Tol MBZ.

Dono menjadi salah satu saksi untuk terdakwa Sofiah Balfas, Djoko Dwijono, Tony Budianto Sihite dan Yudhi Mahyudin di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat pada Selasa 23 April 2024.

Baca Juga:

Alasan Kejaksaan Agung Izinkan 5 Smelter Timah Tetap Beroperasi Meski Disita

“Saudara sebagai kuasa punya kewenangan nggak mengambil suatu keputusan?” tanya hakim.

“Kalau keputusan yang penting pasti akan kami bawa ke atas,” jawab Dono.

Baca Juga:

Heboh Kasus Korupsi Rp3.000 T dari Rafael Alun yang Mengalir ke 25 Artis, Begini Faktanya

“Bukan, yang saya tanya, saudara diberi kewenangan apa tidak untuk mengambil suatu keputusan, termasuk apa itu untuk persetujuan sub mensubkonkan ke pihak lain? Saudara punya kewenangan itu?” tanya hakim.

“Ada. Kalau untuk yang subkon-subkon yang tidak inti, bisa diberikan,” jawab Dono.

“Yang saya tanya kayak tadi, pekerjaan pokok disubkan kepada pihak lain, gitu lho pak. Itu saudara menyetujui itu?” tanya hakim.

“Iya,” jawab Dono.

Setelah itu, hakim meminta Dono untuk menjelaskan terkait aturan mensubkonkan pekerjaan utama proyek tersebut. Dono mengatakan bahwa proyek tersebut memang sejak awal tak boleh disubkonkan.

“Berarti saudara setuju disubkon?” tanya hakim.

“Iya pak,” jawab Dono.

“Yang saudara pahami pekerjaan pokok itu boleh nggak disubkan? Kan itu pertanyaan tadi. Boleh nggak tuh?” tanya hakim.

“Tidak mungkin,” jawab Dono.

Hakim pun mencecar Dono soal alasan mensubkonkan proyek itu, meski sudah mengetahui jika hal tersebut melanggar aturan. Dono mengatakan pihaknya selaku pemenang lelang tak memiliki sumber daya untuk melakukan proyek tersebut.

“Kenapa kamu melakukannya?” tanya hakim.

“Itu Pak. Karena kami tidak punya sumber daya untuk melaksanakan itu kalau tidak disubkan,” jawab Dono.

Mendengar itu, Hakim Rianto Adam mulai geram. Hakim menyebut proyek pembangunan Tol MBZ tahun 2016-2017 itu sebagai tender akal-akalan dan tender hore-hore lantaran pemenang lelangnya sudah ditentukan sejak awal.

“Kenapa diambil kalau begitu? kenapa sebagai pemenang tender, makanya tender ini tender-tender akal-akalan ini, hore-hore istilahnya kan, iya?” tanya hakim.

“Iya,” jawab Dono.

“Haha aku sudah tahu siapa pemenangnya dari awal. Benar kan?” tanya hakim

“Iya,” jawab Dono.

Dono kembali dicecar hakim soal nilai kontrak pekerjaan Steel Box Girder yang disubkonkan ke PT Bukaka Teknik Utama. Hakim heran karena nilai proyek itu hampir mencapai Rp 5 triliun namun dikerjakan dengan main-main.

“Alahhh, proyek triliunan kayak gini kok main-main. Ini masalahnya. Dana triliunan. Nah, coba (PT) Bukaka itu berapa nilai kontraknya, coba saudara tahu?” tanya hakim.

“Rp 4,365 triliun,” jawab Dono.

“Hampir Rp 5 triliun, triliun lho pak bukan Rp 5 miliar, Rp 5 triliun, betul itu?” timpal hakim dengan nada tinggi.

“Benar,” jawab Dono.

Hakim kembali mencecar Dono terkait Keputusan Presiden (Keppres) dalam pelaksanaan proyek pembangunan Tol MBZ tersebut. Hakim heran lantaran Dono tak mengetahui aturan tersebut padahal bertindak sebagai kuasa Waskita-Acset.

“Kok bisa-bisanya seperti itu? Tidak memenuhi aturan pak. Untuk apa aturan dibuat kalau hanya dikangkangin? Saudara punya peran itu kalau saudara menyetujui supaya itu disubkan kepada pihak lain. Untuk apa aturan perusahaan, untuk aturan baku yang ada? Walaupun itu BUMN tapi harus mengikuti juga aturan, Keppres. Saudara tahu Keppres berapa? Tahu nggak tentang pengadaan barang dan jasa, tahu saudara? Tahu apa tidak?” cecar hakim.

“Nggak, nggak tahu saya,” jawab Dono.

“Hah…apa gunanya saudara sebagai Kuasa KSO tetapi tidak tahu aturannya. Nah inilah jadinya saudara sebagai saksi. Untung aja nggak sebagai terdakwa kayak yang lain, gitu lho pak, kok main-main gitu lho. Nggak sedikit lho pak Rp 5 triliun itu, Rp 1 triliun itu berapa haha. Rp 1 triliun itu berapa miliar pak?” tanya hakim.

“Seribu,” jawab Dono.

“Rp 5 triliun Rp 5 ribu miliar lho pak. Ikuti aja aturan yang ada, ini enggak. Tender itu udah dari awal udah di-setting supaya Waskita-Acset pemenangnya, betul kan itu?” timpal hakim.

“Iya Yang Mulia,” jawab Dono.

Halaman Selanjutnya

“Yang saya tanya kayak tadi, pekerjaan pokok disubkan kepada pihak lain, gitu lho pak. Itu saudara menyetujui itu?” tanya hakim.



Fuente