Jakarta – Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Utara menetapkan tiga lagi mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta sebagai tersangka. Penetapan tiga taruna sebagai tersangka masih terkait kasus penganiayaan hingga tewas terhadap juniornya Putu Satria Ananta (19).

Baca Juga:

Kasus Korupsi Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Cegah Eks Ketua DPD Gerindra Malut ke Luar Negeri

Tiga tersangka adalah FA alias A, KAK alias K dan WJP alias W. Dengan penambahan tiga tersangka baru, maka jumlah tersangka penganiayaan itu ada empat orang.

Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Polisi Gidion Arif Setyawan menjelaskan ada keterlibatan tersangka lain dalam proses penganiayaan yang berujung tewasnya Putu Satria. Hal itu diketahui setelah pihaknya menggelar perkara lanjutan dan minta pandangan ahli.

Baca Juga:

Sadis! Polisi di Bulukumba Tega Aniaya Siswi SMA hingga Patah Tulang dan Rahang Bengkak

“Sehingga tiga tersangka itu mempunyai peran ‘turut serta’, ‘turut serta melakukan’. Dalam konteks ini orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu,” kata Gidion dikutip dari Di antara, Kamis, 9 Mei 2024.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan

Foto :

  • dok Humas Polres Metro Jakarta Utara

Baca Juga:

Pembubaran Ibadah Rosario Mahasiswa Katolik di Tangsel Dinilai Tak Mencerminkan Ajaran Islam

Gidion menuturkan, tiga tersangka KAK, FA dan WJP juga dijerat dengan Pasal 55 dan/atau 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyertaan dalam tindak pidana. Seperti tersangka sebelumnya Tegar Rafi alias TRS, penyidik juga mengenakan tiga tersangka baru dengan pasal 338 tentang pembunuhan jo 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Tiga tersangka baru itu pun memiliki peran yang berbeda. Untuk tersangka FA alias A adalah taruna tingkat II yang perannya diduga memanggil korban Putu Satria bersama rekan-rekan juniornya yang lain agar turun dari lantai 3 ke lantai 2.

Cara tersangka memanggil para juniornya itu karena versi pelaku bahwa korban Putu Satria dinilai menyalahi aturan sekolah. Pelanggaran itu karena mengenakan pakaian dinas olah raga (PDO) saat memasuki ruang kelas.

“Woi, tingkat satu yang pakai PDO sini!,” kata Gidion menirukan omongan tersangka FA.

Kemudian, korban Putu dan rekan-rekannya menuruti perintah seniornya agar turun ke lantai 2. Lalu, FA juga ikut mengawasi ketika terjadi kekerasan eksesif terhadap korban Putu di depan pintu toilet. Hal itu juga dibuktikan lewat rekaman kamera pengawas (CCTV) di tempat kejadian serta keterangan para saksi.

“Sehingga FA pun ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan konstruksi pasal 55 jo 56 KUHP,” jelasnya​​​​​.

Selanjutnya, tersangka WJP alias W saat insiden kekerasan eksesif mengatakan suatu istilah yang diduga mengandung ejekan terhadap kalangan siswa STIP, yakni CBDM. “Jangan malu-maluin, CBDM. Kasih paham!” ujar Gidion menirukan pernyataan WJP.

Isitlah yang dilontarkan WJP itu membuat penyidik mesti meminta pandangan ahli bahasa. Menurut penjelasan ahli bahasa, memang ada bahasa ‘prokem’ di antara para taruna STIP yang memiliki makna tersendiri.

Namun, tak hanya sekali, saat korban P dipukul tersangka TRS, WJP juga mengatakan istilah dimangsa. “Bagus enggak dimangsaartinya masih kuat berdiri. Kira-kira begitu,” jelas Gidion.

Dari hasil pemeriksaan terhadap ahli bahasa, penyidik menetapkan WJP sebagai tersangka berdasarkan konstruksi pasal 55 jo 56 KUHP. Lalu, tersangka tambahan yang ketiga adalah KAK alias K. Peran KAK menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh TRS.

Menurut polisi, K saat insiden penganiayaan mengatakan istilah mayoret. “Adikku saja nih, mayoret terpercaya”. Dari penjelasan ahli bahasa, istilah mayoret itu juga dipakai di kalangan taruna STIP yang punya makna tersendiri di antara mereka.

“Sehingga K juga ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan konstruksi pasal 55 jo 56 KUHP,” kata Gidion.

Gidion menjelaskan, penyidik masih berupaya mengembangkan kasus penganiayaan tersebut. Polisi akan melengkapi berkas-berkasnya sebelum diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Adapun dalam proses pengembangan kasus ini, total ada 43 saksi yang sudah diperiksa penyidik. Saksi itu antara lain 36 siswa STIP dari tingkat I, tingkat II dan tingkat IV, pengasuh STIP, dokter klinik STIP, dokter RS Tarumajaya, ahli pidana serta ahli bahasa.

Selanjutnya, barang bukti merupakan hasil “visum et repertum” yang menyatakan korban memiliki luka-luka lecet pada bibir dan perut akibat kekerasan benda tumpul. Lalu, dari hasil skrining alkohol dan narkoba negatif. Tapi, terdapat tanda-tanda perundungan hebat dan ada pendarahan.

Polisi juga peroleh pakaian korban, pakaian tersangka yang dikenakan saat kejadian. Kemudian, polisi juga memiiki rekaman kamera pengawas (CCTV). Lalu, hasil analisis digital terhadap rekaman tersebut. (Ant)

Halaman Selanjutnya

Cara tersangka memanggil para juniornya itu karena versi pelaku bahwa korban Putu Satria dinilai menyalahi aturan sekolah. Pelanggaran itu karena mengenakan pakaian dinas olah raga (PDO) saat memasuki ruang kelas.

Halaman Selanjutnya



Fuente