Dalam artikel Juli 2022 untuk Newsweek, artis VFX bernama Dhruv Govil mengungkapkan betapa buruknya Marvel Studios terhadap industri VFX. Dalam sebuah Tweet, yang dikutip oleh Newsweek, Govil mengatakan bahwa studio tersebut adalah klien yang buruk, dan berusaha terus-menerus untuk mengeluarkan lebih sedikit uang sambil mengerjakan efek rumah secara berlebihan. Artikel Newsweek disertai dengan paparan di Hering dimana artis VFX yang berbeda (yang tidak ingin disebutkan namanya) merinci proses yang melelahkan dan tidak adil yang dialami rumah VX.

Karena begitu banyak uang yang dikeluarkan untuk sejumlah film Hollywood, perusahaan VFX harus membuat tawaran yang semakin besar untuk beberapa pekerjaan berskala besar yang akan mereka terima. Hal ini menyebabkan perang penawaran yang kejam di mana pemenangnya sering kali akan memberikan harga yang jauh lebih rendah kepada Marvel daripada nilainya. Artikel Vulture menunjukkan bahwa Marvel kemudian akan meminta beberapa perubahan pada VFX selama produksi, memaksa rumah VFX untuk membuang rangkaian yang sudah selesai dan memulai dari awal, semuanya dengan tenggat waktu yang semakin ketat. Film studio berskala besar secara tradisional membuat perubahan besar selama produksi, tetapi tidak mencapai volume seperti yang dilakukan Marvel.

Marvel akan memilih-milih, meminta beberapa versi rangkaian, dan mencoba mengatur mikro sebanyak mungkin. Dalam industri VFX, para pekerja mulai menyebut manajemen mikro ini sebagai “pixel-f***ed.” Waititi telah menyutradarai “Thor: Ragnarok”, jadi komentarnya yang kurang ajar dalam video Vanity Fair sangat menyakitkan. Ia berkomentar bahwa karakter CGI Korg yang ia perankan berubah warna dan terlihat tidak realistis. Mengingat dia mengetahui proses VFX yang kejam pada film seperti “Love and Thunder”, itu adalah hal yang tidak sensitif untuk dikatakan.

Fuente