Kontroversi mengenai pembenaran distribusi air Yamuna merupakan isu yang sudah berlangsung lama. Sungai Yamuna, yang merupakan sumber air penting, mengalir melalui berbagai negara bagian, termasuk Uttar Pradesh, Uttarakhand, Himachal Pradesh, Haryana, Delhi, dan Rajasthan. Masing-masing negara bagian ini mempunyai tuntutan dan kekhawatiran masing-masing mengenai bagiannya atas air sungai, yang sering menyebabkan perselisihan dan ketegangan.

Untuk mengatasi permasalahan kompleks ini, Dewan Sungai Yamuna Hulu (UYRB) dibentuk pada tahun 1994, tepatnya tiga dekade lalu. Dewan ini beroperasi sebagai kantor bawahan di bawah Kementerian Jal Shakti.

Mandat utama UYRB adalah mengalokasikan aliran permukaan Yamuna ke negara-negara terkait. Pembentukan dewan ini dimaksudkan untuk memastikan distribusi sumber daya air yang adil dan merata serta untuk mengelola konflik yang timbul karena perbedaan kepentingan dan kebutuhan.

SEJARAH ITU

Pada tahun 1995, sebuah langkah signifikan diambil untuk memastikan pasokan air yang cukup bagi penduduk Delhi ketika aktivis lingkungan hidup terkenal Komodor Sureshwar Dhari Sinha mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung India. Mengajukan Litigasi Kepentingan Umum (PIL) berdasarkan Pasal 32 Konstitusi, Sinha meminta arahan bagi pemerintah terkait untuk menjaga konsistensi aliran air di Sungai Yamuna.

Tindakannya berasal dari isu mendesak bahwa warga Delhi mengalami kekurangan air minum yang parah karena kurangnya pasokan air dari Kepala Tajewala. Sinha berpendapat bahwa hak atas air untuk keperluan rumah tangga harus menggantikan semua penggunaan lainnya.

Advokasinya menekankan bahwa kebutuhan mendasar manusia akan air minum harus diprioritaskan di atas keperluan pertanian, industri, atau penggunaan lainnya. Permohonannya selaras dengan pemahaman pengadilan mengenai hak-hak dasar dan sifat dasar air. Dalam keputusan penting pada tahun 1996, Mahkamah Agung memenangkan petisi Sinha.

Pengadilan memutuskan bahwa hak atas air untuk keperluan rumah tangga lebih diutamakan dibandingkan kebutuhan lainnya. Akibatnya, Negara Bagian Delhi berhak atas alokasi air tambahan. Lebih lanjut, pengadilan memerintahkan Haryana harus menyediakan air dalam jumlah tertentu ke Delhi sepanjang tahun. Untuk melaksanakan hal ini, pengadilan memerintahkan agar waduk Wazirabad dan Hyderpur di Delhi harus tetap diisi sesuai kapasitasnya dengan air yang disuplai oleh Haryana melalui Sungai Yamuna.

KANAL MUNAK: SINAR HARAPAN DELHI

Perintah Mahkamah Agung ini memicu inisiatif penting antara Delhi dan Haryana untuk mengatasi meningkatnya kebutuhan air di ibu kota dengan menutup kebocoran pada sistem kanal yang ada. Secara historis, kanal yang mengalirkan air Yamuna ke Delhi mengalami kehilangan air yang signifikan karena sifatnya yang keropos. Sebuah solusi penting muncul ketika kedua negara berkomitmen untuk membangun saluran air sepanjang 102 kilometer, yang merupakan bagian penting dari sistem Kanal Yamuna Barat.

Proyek infrastruktur penting ini dimulai di regulator Munak di distrik Karnal Haryana. Kanal ini memetakan jalur ke selatan, melintasi titik-titik penting termasuk bendungan Khubru dan Mandora, yang akhirnya berpuncak di Hyderpur di Delhi. Kanal berlapis semen ini, dirancang untuk menyalurkan pasokan air yang konsisten, sangat penting bagi populasi Delhi yang terus bertambah, dan menjamin ketersediaan air minum. Asal usul Terusan Munak berawal dari nota kesepahaman yang ditandatangani pada tahun 1996 oleh pemerintah Haryana dan Delhi.

Namun, pembangunan sebenarnya dilakukan oleh pemerintah Haryana antara tahun 2003 dan 2012, dengan dukungan keuangan hampir Rs 450 crores dari Delhi.

SENGKETA AIR DELHI-HARYANA

Penyelesaian Terusan Munak pada tahun 2012 memicu kontroversi yang signifikan antara Delhi dan Haryana, meskipun kedua negara bagian tersebut diperintah oleh Partai Kongres dan pemerintah pusat yang dipimpin oleh Perdana Menteri Dr. Manmohan Singh. Perkiraan menunjukkan bahwa Delhi akan menerima tambahan 80-90 juta galon per hari (MGD) air karena pembangunan kanal yang baru, yang dirancang untuk mencegah pemborosan air melalui konstruksinya yang kokoh.

Namun, komplikasi muncul ketika Ketua Menteri Haryana saat itu, Bhupinder Singh Hooda, menyatakan bahwa air yang dihemat melalui Kanal Munak tidak akan dipindahkan ke Delhi, dengan alasan krisis air yang dialami Haryana sendiri. Sikap ini bertentangan langsung dengan harapan yang ditetapkan oleh pemerintah Delhi, terutama karena kanal tersebut sepenuhnya didanai oleh pemerintah Delhi. Ketua Menteri Delhi saat itu, Sheila Dikshit, menentang keras klaim Hooda.

Dia berpendapat bahwa tanggung jawab keuangan yang ditanggung oleh Delhi berarti hak atas manfaat kanal tersebut. Dalam upaya menyelesaikan perselisihan yang semakin meningkat, CM Sheila Dikshit, bersama rekan-rekan kabinetnya dan Anggota Parlemen dari Delhi, mendekati Perdana Menteri saat itu, Manmohan Singh. Mereka menghimbau agar air yang dihemat akibat pembangunan kanal harus bermanfaat bagi Delhi, sesuai dengan investasi keuangan yang dilakukan oleh pemerintah Delhi.

Menanggapi situasi tersebut, Manmohan Singh menunjuk Kelompok Menteri (GoM) yang dipimpin oleh menteri kabinet senior P. Chidambaram untuk menengahi dan menemukan penyelesaian berkelanjutan atas perselisihan tersebut. Pemerintahan Pemerintah ditugaskan untuk menyeimbangkan kebutuhan air di kedua negara bagian sambil mengatasi kekhawatiran yang diajukan oleh pemerintah masing-masing.

Pada tahun 2014, lanskap politik mengalami perubahan signifikan dengan adanya pemerintahan baru yang mengambil alih kekuasaan di Center dan Haryana. Selama periode ini, Delhi berada di bawah Pemerintahan Presiden. Letnan Gubernur Delhi saat itu, Najeeb Jung, meminta intervensi dari pemerintah pusat untuk meringankan masalah air yang mendesak di Delhi, dan secara langsung mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan saat itu, Arun Jaitley.

Intervensi pemerintah pusat yang difasilitasi oleh Jaitley menyelesaikan permasalahan pasokan air melalui Kanal Munak.

PEMERINTAH DELHI MEMILIH JALUR HUKUM

Meski demikian, permasalahan terkait air masih terus terjadi. Pada tahun 2018, Ketua Menteri Delhi, Arvind Kejriwal, yang saat ini ditahan di penjara Tihar, membawa masalah ini ke Mahkamah Agung. Ketua Menteri menuduh pemerintah Haryana melanggar perintah Mahkamah Agung tahun 1996, yang mengamanatkan menjaga ketinggian kolam pada tingkat optimal sepanjang tahun untuk memastikan pasokan air yang stabil.

Majelis hakim yang terdiri dari dua orang memberikan keringanan sementara kepada pemerintah Delhi. Namun kekhawatiran serupa muncul kembali pada tahun 2021. Kali ini, pemerintah Delhi kembali mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung. Mereka mengklaim bahwa pemerintah Haryana menghalangi pasokan air ke Delhi dengan menahan 120 juta galon per hari (MGD) air.

Pemerintahan Haryana membalas tuduhan ini dengan menghubungkan krisis air di Delhi dengan kesalahan pengelolaan internal dan bukannya pembatasan eksternal. Tiga hakim yang terdiri dari Hakim L Nageswara Rao, Hakim AS Bopanna, dan Hakim V Ramasubramanian memeriksa permohonan tersebut. Mereka menolak permintaan pemerintah Delhi untuk mengambil tindakan hukuman terhadap Haryana.

Majelis hakim menyoroti bahwa keputusan Mahkamah Agung tahun 1996 hanyalah sebuah “tindakan sementara”. Hal ini digarisbawahi bahwa perintah awal tidak dapat diterapkan dalam kondisi saat ini karena adanya kemajuan infrastruktur, seperti pendirian tiga instalasi pengolahan air tambahan di Bawana, Dwarka, dan Okhla sejak saat itu.

Tahun ini, krisis air di Delhi sekali lagi muncul sebagai masalah yang mendesak, dan Menteri Air di ibu kota, Atishi, mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung. Permohonan tersebut mendesak negara-negara tetangga seperti Haryana dan Himachal Pradesh untuk menyediakan air tambahan guna mengurangi kelangkaan air yang semakin meningkat di Delhi.

Sebagai tanggapan awal, Mahkamah Agung menyarankan Dewan Sungai Yamuna Hulu (UYRB) untuk mengadakan pertemuan dan menyelesaikan masalah tersebut. Selama pertemuan UYRB, Himachal Pradesh awalnya berkomitmen untuk memasok air tambahan ke Delhi. Hal ini meningkatkan harapan akan penyelesaian kekurangan air yang berkepanjangan. Namun, pada hari Kamis, Himachal Pradesh membatalkan janjinya, dengan alasan kurangnya kelebihan air yang dapat dialihkan ke Delhi.

Perubahan sikap yang tiba-tiba ini telah memperburuk situasi yang sudah tegang, menyebabkan Delhi bergulat dengan sumber daya air yang terbatas. Mengingat perkembangan ini, Mahkamah Agung telah mengarahkan pemerintah Delhi untuk sekali lagi melakukan pendekatan terhadap UYRB. Pengadilan menekankan bahwa UYRB memiliki keahlian teknis yang diperlukan untuk memediasi dan menyelesaikan sengketa air antar negara.

Dewan ini dilengkapi dengan pengetahuan dan alat yang diperlukan untuk menganalisis ketersediaan dan distribusi air secara ilmiah.

Bagi jutaan penduduk Delhi, krisis air merupakan kekhawatiran besar yang berdampak pada kehidupan sehari-hari dan pembangunan. Urgensi untuk mendapatkan tambahan sumber daya air tidak bisa dilebih-lebihkan. Dengan bersandarnya Mahkamah Agung pada keahlian UYRB, terdapat optimisme yang hati-hati bahwa solusi akan segera terlihat.

Meskipun UYRB sudah lama berdiri pada tahun 1994, perselisihan mengenai pembagian air masih terus terjadi. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, pesatnya urbanisasi, dan perubahan kondisi iklim, kebutuhan akan air terus meningkat, sehingga memperburuk situasi.

Negara-negara seperti Haryana dan Delhi sering berselisih soal kelangkaan air, terutama selama bulan-bulan musim panas ketika permukaan air di Yamuna turun secara signifikan. Demikian pula, negara-negara pertanian seperti Uttar Pradesh dan Rajasthan menuntut bagian yang lebih besar untuk mendukung kebutuhan irigasi mereka.

Diterbitkan oleh:

sahil sinha

Diterbitkan di:

13 Juni 2024



Source link