Sabtu, 27 Juli 2024 – 08:16 WIB

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menemukan adanya klaim fiktif berupa pemberian BPJS Kesehatan yang dilakukan oleh sejumlah pihak Rumah Sakit (RS) hingga merugikan negara. KPK pun tak segan bakal menjerat pidana pihak manajemen RS jika ketahuan melakukan klaim fiktif.

Baca Juga:

Pansel KPK Diminta Tak Istimewakan Capim dari Polri dan Kejaksaan

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan hal ini jika ingin menjerat seseorang dalam sebuah perkara korupsi.

“Bila memang masuk dalam kewenangan KPK, sebagaimana diatur dalan Pasal 11 Undang-undang 2019 tahun 2019, yaitu melibatkan APH, penyelenggaraan negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan, dan/atau menyangkut kerugian negara senilai 1 miliar, maka besar kemungkinan akan ditangani oleh KPK,” ujar Tessa Mahardhika kepada wartawan Jumat, 26 Juli 2024.

Baca Juga:

Penampakan Komjen Rudy Dampingi Menteri KKP Wahyu saat Diperiksa KPK

Bahasa Indonesia:

Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto

Tessa menjelaskan bahwa dalam aturan yang tertera, jika perkara korupsi itu di luar kewenangan KPK maka akan dilakukan koordinasi dengan penegak hukum lainnya.

Baca Juga:

Menteri KKP Wahyu Trenggono Diperiksa KPK, Ternyata Ini yang Dicecar KPK

Meski begitu, Tessa mengatakan bahwa lembaga antikorupsi masih melakukan penelusuran terkait dugaan korupsi dalam klaim fiktif BPJS Kesehatan.

“Sampai saat ini, penindakan masih melakukan penelahaan, terkait klaim fiktif BPJS tersebut,” tutur Tessa.

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa temuan tersebut ditemukan KPK ketika melakukan monitoring ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi. Rumah sakit yang disasar itu yakni secara khusus memonitor soal fisioterapi dan operasi katarak.

“Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus, tapi sebenarnya hanya 1.000 kasus yang didukung catatan medis. Jadi sekitar 3 ribuan itu diklaim sebagai fisioterapi, tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis,” ujar Pahala Nainggolan di acara Diskusi Media Pencegahan dan Penanganan Fraud JKN pada Rabu 24 Juli 2024.

Pahala menyebutkan bahwa rumah sakit yang menangani katarak, ditemukan oleh Tim KPK sebanyak 39 pasien yang diambil sampel, seharusnya hanya 14 orang yang layak untuk menjalani operasi katarak. Namun, yang diklaim telah melakukan operasi katarak sebanyak 39 orang.

Lantas, atas penelusuran KPK, Kementerian Kesehatan, BPKP, dan BPJS menyatakan fokus terhadap dua jenis fraud yakni phantom billing dan medical diagnose.

“Bedanya, phantom billing orangnya enggak ada, terapinya enggak ada, klaimnya ada. Kalau medical diagnose orangnya ada, terapinya ada, klaimnya kegedean, kira-kira gitu ya,” kata Pahala.

Kemudian, Pahala mengungkap hasil audit yang dilakukan terhadap BPJS tersebut. Menurut dia, ada tiga rumah sakit yang terletak di Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

“Hasil dari audit atas klaim yang dilakukan BPJS ini, yang kita angkat ke tim ini (KPK, Kemenkes, BPJS, dan BPKP) ada 3 RS gitu yang phantom billing saja, tiga (RS) ini melakukan phantom billing. Artinya, mereka merekayasa semua dokumen yang satu ada di Jawa Tengah sekitar Rp29 miliar klaimnya, yang dua ada di Sumatera Utara itu ada Rp4 miliar dan Rp1 miliar itu hasil audit atas klaim dari BPJS Kesehatan,” pungkasnya.

Halaman Selanjutnya

Sebelumnya, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa temuan tersebut ditemukan KPK ketika melakukan monitoring ke enam rumah sakit yang berada di tiga provinsi. Rumah sakit yang disasar itu yakni secara khusus memonitor soal fisioterapi dan operasi katarak.

Halaman Selanjutnya



Fuente