Rabu, 3 Juli 2024 – 08:25 WIB

Jakarta – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) melalui Ketua Umumnya Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menolak keinginan Partai Keadilan Sejehtara (PKS) yang menyodorkan Sohibul Iman sebagai cawagubnya Anies Baswedan. Dinamika itu membuat posisi Anies terjepit menuju Pilgub Jakarta 2024.

Baca Juga:

Pesan PKB ke PKS yang Ngunci Duet Anies-Sohibul: Sabar Dulu, Duduk Bareng Dengan Partai Lain

Pengamat yang juga pakar hukum tata negara Refly Harun menilai dalam dalam konstelasinya, Nasdem sejauh ini masih diam saja. Dia bicara jika Nasdem memasang posisi tawar mesti kader jadi cawagub maka Anies bisa saja tak bisa maju Pilgub Jakarta.

“Kalau Nasdem meningkahi juga, saya mau kader sendiri, maka bisa jadi Anies tidak dapat kereta atau Anies hanya akan memilih duet PKB dan PDIP. Sementara, PKS lepas dan jangan-jangan Nasdem pun lepas,” kata Refly dalam kanal Youtube-nya yang dikutip pada Rabu, 3 Juli 2024.

Baca Juga:

PKB Akui Lebih Condong Dukung Bobby Nasution Daripada Edy Rahmayadi di Pilgub Sumut

Refly menyebut posisi PKS kasihan karena sebagai juara sesungguhnya di Jakarta merujuk hasil Pileg 2024. Menurut dia, PKS punya legitimasi untuk dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam Pilgub Jakarta 2024.

“Dan, jangan lupa yang Namanya PDIP kan hancur di Jakarta. Dari 25 kursi hanya menjadi 15 kursi,” tutur Refly.

Baca Juga:

PKB: Sandiaga Uno Punya Popularitas di Jawa Barat

“Jadi, intinya masyarakat Jakarta menyukai PKS sesungguhnya. Harusnya diberikan kesempatan sama. Kan begitu,” lanjut Refly.

Bahasa Indonesia:

Sohibul Iman dan bertemu Anies Baswedan

Dia bilang dalam konstelasi pemilu, yang paling penting adalah bakal figure yang diusung. Sementara, tandem pasangan hanya jadi pelengkap. Refly pun bertanya seandainya jika kader PKS kompak memboikot tak memilih Anies.

“Pertanyaannya mana yang untung dan rugi Seandainya kader-kader PKS memboikot untuk tidak memilih Anies?” ujar Refly.

Refly menekankan PKS merasa layak mendorong calon sendiri dari internal kadernya. Ia menilai yang paling pas dalam persoalan ini mungkin PKS dan PDIP Bersatu untuk mendukung Anies-Sohibul.

“Dan, memperkuat eksistensi oposisi. Meski ini tak ada kaitan antara oposisi dan tidak oposisi,” kata Refly.

Dengan dinamika itu, ia menilai posisi Anies jadi terjepit. Sebab, ia menyebut dari awal PKB tak pernah rela jika PKS bisa memetik keuntungan.

“Yang jelas Anies jadi terjepit jadinya. Kalau ya mengatakan begini, so long time, dari awal PKB tidak pernah rela kalau PKS lebih banyak memetik keuntungan. Sekalipun mereka sama-sama partai berbasis massa Islam,” jelas Refly.

Lebih lanjut, dia berpandangan PKB seperti memandang PKS dari aliran yang berbeda. Begitu juga dengan PKS.

“Walaupun dari pilpres, perbedaan itu bisa dihilangkan sama sekali karena memperjuangkan kepentingan yang sama. Dan, biasanya yang mengalah PKS,” tuturnya.

Pun, Iia menyinggung dalam sejarah politik, PKB yang identik dengan NU tak mau mengalah karena merasa mayoritas. “Karena dalam sejarahnya, PKB dan NU gak mau mengalah biasanya, karena mereka merasa mayoritas,” kata Refly.

“Dalam konteks ini, lagi-lagi tampaknya PKS akan dikorbankan, tidak bisa menempatkan kadernya sebagai gubernur,” lanjut Refly.

Namun, dinamika bisa berubah jika Surya Paloh membawa Nasdem setuju dengan pasangan Anies-Sohibul.

“Pertanyaannya kalau tetap Anies-Sohibul, apakah PKB tetap mau ikut? Jadi, ikut atau tidak, PDIP jadi ikut atau tidak?” ujar Refly.

Dia menilai dalam dinamikanya ke depan mungkin bisa memunculkan beberapa poros alternatif. “Menurut saya satu alternatif, koalisi besar empat partai. Alterntif kedua pecah yaitu poros PKB dan PDIP. Poros PKS-Nasdem, dan alternatif ketiga Anies tidak bisa maju,” jelas Refly.

Halaman Selanjutnya

Dia bilang dalam konstelasi pemilu, yang paling penting adalah bakal figure yang diusung. Sementara, tandem pasangan hanya jadi pelengkap. Refly pun bertanya seandainya jika kader PKS kompak memboikot tak memilih Anies.

Halaman Selanjutnya



Fuente