NEW DELHI –

Beberapa tanah longsor yang dipicu oleh hujan deras di India selatan telah menewaskan 70 orang, dan banyak lainnya dikhawatirkan terperangkap di bawah reruntuhan, kata sejumlah pejabat pada hari Selasa, sementara operasi penyelamatan terhambat oleh cuaca buruk.

Longsor melanda desa-desa perbukitan di distrik Wayanad, negara bagian Kerala, Selasa pagi dan menghancurkan banyak rumah serta sebuah jembatan, tetapi pihak berwenang belum memastikan seberapa parah bencana tersebut. Tim penyelamat berupaya mengeluarkan orang-orang yang terjebak di bawah lumpur dan puing-puing, tetapi upaya mereka terhambat oleh jalan yang terhalang dan medan yang tidak stabil.

PM Manoj, sekretaris pers menteri utama Kerala, mengatakan tanah longsor sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 70 orang. Media lokal melaporkan bahwa sebagian besar korban adalah pekerja perkebunan teh.

Rekaman televisi menunjukkan petugas penyelamat berjalan melewati lumpur dan pohon-pohon yang tumbang untuk menjangkau mereka yang terdampar. Kendaraan yang tersapu dari jalan terlihat terjebak di sungai yang meluap. Saluran berita TV lokal juga menayangkan panggilan telepon dari orang-orang yang terdampar untuk meminta bantuan.

Pihak berwenang mengerahkan helikopter untuk membantu upaya penyelamatan dan tentara India dilibatkan untuk membangun jembatan sementara setelah tanah longsor menghancurkan jembatan utama yang menghubungkan daerah yang terkena dampak.

“Kami mencoba segala cara untuk menyelamatkan warga kami,” kata Menteri Kesehatan negara bagian Veena George.

Dalam sebuah unggahan di platform media sosial X, Perdana Menteri India Narendra Modi mengatakan bahwa dia “sangat sedih dengan tanah longsor di beberapa bagian Wayanad,” sebuah distrik perbukitan yang merupakan bagian dari pegunungan Western Ghats.

“Pikiran saya bersama mereka yang telah kehilangan orang yang mereka cintai dan doa bersama mereka yang terluka,” tulis Modi. Ia mengumumkan kompensasi sebesar US$2.388 kepada keluarga korban.

Departemen cuaca India telah menetapkan Kerala dalam keadaan waspada karena negara bagian tersebut dilanda hujan lebat yang tak henti-hentinya. Hujan deras telah mengganggu kehidupan banyak orang, dan pihak berwenang menutup sekolah di beberapa wilayah pada hari Selasa. Hujan diperkirakan akan terus turun sepanjang hari.

Kerala, salah satu tujuan wisata paling populer di India, rawan hujan lebat, banjir, dan tanah longsor. Hampir 500 orang tewas di negara bagian itu pada tahun 2018 akibat salah satu banjir terburuk.

Departemen Meteorologi India mengatakan negara bagian itu telah dilanda hujan lebat di wilayah utara dan tengahnya, dengan distrik Wayanad mencatat hingga 28 sentimeter (11 inci) hujan dalam 24 jam terakhir.

“Pola musim hujan semakin tidak menentu dan jumlah curah hujan yang kita terima dalam waktu singkat meningkat. Akibatnya, kita sering melihat kejadian tanah longsor dan banjir di sepanjang Western Ghats,” kata Roxy Mathew Koll, seorang ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Tropis India yang berpusat di Pune.

Koll juga mengatakan pihak berwenang harus memeriksa aktivitas konstruksi cepat yang terjadi di daerah longsor.

“Seringkali tanah longsor dan banjir bandang terjadi di wilayah-wilayah yang dampak perubahan iklim dan campur tangan langsung manusia dalam hal perubahan tata guna lahannya terlihat jelas,” katanya.

Laporan tahun 2013 oleh komite yang ditunjuk pemerintah federal menyatakan bahwa 37 persen dari total wilayah pegunungan Western Ghats harus dinyatakan sebagai wilayah yang peka terhadap lingkungan dan mengusulkan pembatasan terhadap segala bentuk konstruksi. Rekomendasi laporan tersebut belum dilaksanakan sejauh ini karena pemerintah negara bagian dan penduduk menentangnya.

India secara berkala mengalami banjir parah selama musim hujan, yang berlangsung antara bulan Juni dan September dan membawa sebagian besar curah hujan tahunan di Asia Selatan. Hujan sangat penting bagi tanaman tadah hujan yang ditanam selama musim tersebut, tetapi sering kali menyebabkan kerusakan parah.

Para ilmuwan mengatakan musim hujan menjadi semakin tidak menentu karena perubahan iklim dan pemanasan global.

——


Penulis AP Sibi Arasu di Bengaluru, India, berkontribusi pada laporan ini.

Fuente