Buka Editor’s Digest secara gratis

Produsen minyak sawit Indonesia telah memperingatkan akan terjadinya gangguan rantai pasokan global jika UE melanjutkan larangan impor komoditas yang terkait dengan deforestasi tahun ini.

Indonesia merupakan produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Peraturan Deforestasi Uni Eropa, yang akan mulai berlaku pada tanggal 30 Desember, mengharuskan importir ternak, kakao, kopi, kelapa sawit, karet, kedelai, dan kayu untuk memastikan produk yang masuk ke Uni Eropa tidak menyebabkan deforestasi atau degradasi hutan. Kepatuhan memerlukan pengumpulan data yang ekstensif.

“Akan terjadi kekacauan jika diterapkan,” kata Eddy Martono, ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, kepada Financial Times. “Kurangnya konsultasi yang berarti antara pembuat kebijakan Uni Eropa dan mitra dagang mereka telah mengakibatkan ketidakpastian yang meluas mengenai bagaimana peraturan ini akan diterapkan.” Ketua kelompok perdagangan industri mendesak Uni Eropa untuk menunda penerapan undang-undang tersebut hingga tahun 2026.

Keluhan Martono muncul saat seruan untuk menunda penerapan meningkat. Produsen komoditas di Asia Tenggara, Amerika Latin, dan AS menuduh aturan baru tersebut merupakan hambatan perdagangan, sementara beberapa negara anggota UE menentang undang-undang tersebut karena beban administratif yang dibebankan kepada importir.

“Harga akan naik dan pasokan akan berkurang, tidak hanya dari Indonesia, bahkan dari Malaysia,” katanya. Indonesia dan Malaysia secara bersama-sama menyumbang hampir 90 persen dari total pasokan minyak sawit, minyak nabati yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Harga kakao dan kopi global telah melonjak dalam beberapa minggu terakhir di tengah kekhawatiran pasokan, sebagian terkait dengan EUDR.

Martono mengatakan, industri yang bergantung pada minyak kelapa sawit, seperti industri kosmetik, oleokimia, dan farmasi, akan terdampak. Minyak kelapa sawit digunakan dalam berbagai hal, mulai dari pizza, lipstik, hingga cokelat.

Jika undang-undang tersebut mulai berlaku pada akhir tahun, pengiriman Indonesia ke UE bisa turun 30 persen, katanya. Produsen Indonesia mengirim 4 juta ton minyak sawit ke UE pada tahun 2023.

Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, juga telah memperingatkan adanya potensi gangguan pada rantai pasokan. Kepatuhan sulit dilakukan karena sifat rumit dari ketertelusuran minyak kelapa sawit, kata Belvinder Kaur, kepala eksekutif Dewan Minyak Kelapa Sawit Malaysia, kepada FT.

“Misalnya, satu pesanan penjualan untuk satu produk dapat melibatkan beberapa batch dari kilang, pabrik, dan perkebunan, yang menghasilkan jutaan titik data untuk satu pengiriman,” katanya. “Hal ini menghadirkan tantangan signifikan bagi eksportir, operator, dan otoritas yang kompeten selama proses uji tuntas dan audit.

“Uni Eropa belum cukup mengatasi kompleksitas ini,” tambahnya.

Kaur mengatakan, produsen skala kecil menghadapi tantangan terbesar dalam hal kepatuhan. “Petani skala kecil terus menghadapi kesulitan dalam memenuhi persyaratan EUDR, yang akan menambah beban administratif dan biaya operasional yang signifikan, sehingga berisiko dikucilkan dari rantai pasokan.”

Para aktivis telah lama menuduh industri kelapa sawit menebang hutan tropis dan menghancurkan habitat satwa liar untuk menanam pohon kelapa sawit. Selama bertahun-tahun, Indonesia dan Malaysia telah mengambil langkah-langkah menuju produksi yang lebih berkelanjutan, meskipun kelompok lingkungan mengatakan masih banyak yang harus dilakukan.

Indonesia dan Malaysia mengkritik UE karena tidak mengakui pekerjaan yang telah dilakukan untuk meningkatkan keberlanjutan, sementara Australia dan Brasil menuduh UE menggunakan data deforestasi yang salah.

Martono mengatakan blok tersebut menggunakan “peta hutan yang cacat” yang salah mengklasifikasikan beberapa area di pusat kota Jakarta sebagai “area hutan yang tidak terganggu”. “Kesalahan seperti itu berisiko menghalangi impor barang-barang yang diproduksi secara berkelanjutan,” katanya.

Fuente